Lanjutan Perjalanan Guru Syekh Burhanuddin Dari Tiku Menuju Tapakis
Adapun dua buah botol yang satu berisi air dan satu lagi kosong tetap dibawa oleh Syekh Abdullah Arif
karena botol ini akan menjadi pedoman olehnya dimana ia diizinkzn Allah
akan tetap tinggal mengajar dan mengembangkan agama Islam. Setelah
bermaaf-maafan dan bersalam-salaman, berangkatlah Syekh Abdullah Arif meninggalkan negeri Tiku dengan berjalan kaki menyisiri pantai. Sampailah ia di suatu tempat yaitu di pantai Tapakis,
tiba-tiba kakinya terhenti tidak bisa diayunkan untuk melangkah
sangatlah beratnya dan terpaksalah beliau beristirahat di situ. Dalam
beristirahat itu teringatlah pituah (amanat) guru diMedinah, maka diisilah botol yang kosong dengan pasir pantai Tapakis lalu ditimbangnya, ternyata sama(seimbang)berat botol yang berisi air dari Medinah dengan botol yang diisi pasir pantai Tapakis. Maka disitulah bertemu pituah (amanat) gurunya Syekh Ahmad Qosyasyi,
di negeri ini lah ia di izinkan Allah akan mengajar dan mengembangkan
agama Islam kepada penduduk. Kemudian ditemuinyalah pemimpin Kampung
(selanjutnya disebut Nagari) Tapakis. Setelah Syekh Abdullah Arif bertemu pemimpin Nagari Tapakis, diceritkanlah semua kisah perjalanannya mulai dari negeri Medinah sampai di Tapakis, lalu Syekh Abdullah Arif meminta izin untuk tinggal menetap kepada pemimpin Nagari Tapakis, karena kasihan mendengar kisah perjalanan Syekh Abdullah Arif, akhirnya diizinkanlah Syekh Abdullah Arif oleh pemimpin dan penduduk kampung (Nagari) Tapakis untuk menetap tinggal di Nagari Tapakis.
Setelah mendapat izin menetap oleh penduduk Nagari Tapakis, maka beliau perbuat (didirikan)lah Surau di Air Sirah gambar disebelah dulunya (Surau
Syekh Air Sirah-Syekh Madinah-Syekh Abdullah Arif, Air Sirah adalah air
berwarna coklat, hingga saat ini warna airnya belum pernah jernih,
sekarang bernama Batang Tapakis, tempat berdiri Surau Syekh Madinah
sebelah kanan dari Ulakan di ujung Jembatan Tiram) untuk tempat
tinggal dan tempat menyampaikan peraturan agama Islam. Pekerjaan beliau
dibantu bersama-sama oleh penduduk setempat sampai Surau selesai
dibangun. Setelah Surau selesai dibangun, mulailah Syekh Abdullah Arif
memberikan saran-saran agama Islam kepada penduduk yang datang ke Surau
beliau dengan cara yang lemah lembut, sehingga tertariklah hati orang
yang mendengar uraian untuk menganut agama Islam. Dengan jalan demikian
tersiarlah agama Islam di Nagari Tapakis, maka ramailah orang menuntut(belajar) ilmu agama yang baru itu kepada Syekh Abdullah Arif.
Kanun Adalah Nama Kecil Syekh Burhanuddin Sebelum Bernama Pono
Tidak orang Tapakis saja yang belajar ilmu disitu bahkan ada pula yang datang dari daerah(Nagari) lain, salah seorang diantaranya datang dari Nagari Sintuak(=Sintuak) Lubuk Alung bernama si Kanun, bapaknya bernama si Pampak dan ibunyua bernama si Nili, suku Guci. Sebelumnya berasal dari Batipuh yang turun dari Pariangan Padang Panjang.
(dibuku yang ana baca) : Menurut kata2 di Minangkabau "jauh mencari induk dekat mencari suku; mamak ditinggalkan mamak didapati", yang agak mendekati bunyinya seperti ini: Menurut
pepatah Minangkabau "jauah mancari suku dakek mancari indu; mamak di
tinggakan, mamak di tapati, tabang basitumpu inggok mancakam".
Maka dicarilah indu di tapatilah seorang mamak dalam suku Guci bergelar
Datuk Sati di negeri Sintuak(=Sintuk). Oleh Datuk Sati diberilah si
Nili ibu si Kanun tanah sebidang untuk mendirika rumah dan tanah untuk bercocok tanam (bertani). Adapun kerja si Kanun tiap harinya menggembalakan ternak ibunya, seperti kerbau dan sapi. Sebab si Kanun sampai di Tapakis
ialah semenjak dia tinggal di Sintuak dengan ibunya, dia kurang suka
bergaul dengan orang-orang sekitar yang berpergaulan kurang menyenangkan
hatinya (masa itu). Suatu hari Kanun berjalan-jalan mengikuti arah ke hilir aliran Sungai Batang Tapakis dengan tidak disadari sampailah ia di Nagari Tapakis. Disini dia menadapat khabar bahwa ada orang yang mengajarkan agama baru bernama Agama Islam yang tempatnya tidak jauh dari tempat dia mendengar yaitu di Air Sirah
namanya. Mendengar khabar agama baru ini tertariklah hatinya dan pergi
untuk menemui tempat dimana sumber khabar yang dia dengar, bertemulah
dia dengan Syekh Abdullah Arif. Kedatangan si Kanun itu sangatlah berbesar hati Syekh Abdullah Arif dan langsung diterima menjadi murid disitu.
Kemudian si Kanun kembali
pulang menemui ibu bapaknya, meminta izin untuk menuntut(=belajar) ilmu
agama baru itu dan menetap tinggal bersama gurunya Syekh Abdullah Arif. Kemudian setelah mendapat izin kedua kedua orang tuanya, kembali pergi ke Surau Syekh Abdullah Arif di Air Sirah. Kemudian datang pula seorang pemuda bernama Idris suku Koto, gelar Majo Lelo, asal Tanjung Medan (sebelah Utara dan tetangga Nagari Tapakis) bermaksud untuk belajar agama pula disitu. Pergaulan si Kanun dengan Idris
sangat akrab sekali sehingga ( istilah setempat: sepertanak an =
sapariuak = satu periuk; selapik seketiduran = salapiak sakatiduran =
satu tikar tempat tidur ).
Adapun si Kanun dalam belajar
sangat rajin, pintar dan sangat hormat lagi khidmat kepada gurunya
melebihi kawan-kawan yang lainnya. Hatinya sangat pula (terang =
bersih), apa yang di ajarkan guru (lekas dapat = cepat diserap)olehnya,
(tersimpan dalam hati = melekat tidak lupa-lupa lagi).
Syekh Burhanuddin Di Gelari Pakih PONO
Oleh karena kecerdasan si Kanun yang luar biasa itu gurunya Syekh Abdullah Arif sangat sayang kepadanya. Dari sekian banyak murid Syekh Abdullah Arif, si Kanun ini lah yang paling pintar dan sempurna dalam segala hal sehingga oleh gurunya dia digelari Pakih Sempurna,
kawan/teman sesama mengaji/belajar memanggilkan Pakih Samparono, ada
yang memanggil Pakih Sampono dan akhirnya secara cepat di panggilkan
Pakih Pono ( kebiasaan/lazim di Pariaman nama seseorang dipanggil
singkat seperti : Ridwan dipanggilkan Duwan; Abdullah dipanggilkan Dulah; Zainul Abidin dipanggilkan Bidin dan lain sebagainya, maka lazimlah Pakih Sempurna di panggikan Pakih PONO, dan begitulah seterusnya.
Syekh Abdullah Arif, dimasyhurkan orang juga dengan panggilan Syekh Air Sirah karena tempat tinggal beliau di Air Sirah,ada juga dipanggilkan Syekh Madinah , karena dia datang dari tanah Arab yakni Medinah Al Munawwarah, sayang umur Syekh Abdullah Arif tidak panjang, sedangkan Pakih PONO waktu itu pelajarannya baru tingkatan awal. Terasa tidak lama lagi akan bergaul dengan para murid, Syekh Air Sirah segera memanggil murid kesayangannya dan lalu memberikan nasehat serta amanat :
Rupanya telah berlaku Qudrat dan Iradat Allah atas diri aku. Hingga
inilah aku dapat memberimu pelajaran kepada engkau, sebab rasanya tidak
lama lagi kita akan bergaul. Dari itu pesan aku kepada engkau
sepeninggal aku nanti teruskanlah pelajaran engkau kepada Syekh Abdurauf di Aceh. Mungkin dia telah pulang dari Medinah, Syekh Abdurauf itu adalah murid Syekh Ahmad al Qusyasyi. Aku dengan Syekh Abdurauf kawan sama-sama berguru kepada Syekh Ahmad al Qusyasyi. Hanya perlainan=perbedaannya aku lebih dahulu menerima ijazah daripadanya. Aku disuruh oleh Syekh Ahmad al Qusyasyi
mengembangkan agama Islam kemana yang aku sukai diberi bersyarat dengan
dua buah botol; yang satu berisi air, yang satu kosong. Dimana sama
beratnya tanah dengan air yang dibawa itu, maka disitulah tempat aku
mengajar. kiranya disinilah sama beratnya tanah dengan air yang aku bawa
itu. Itulah sebabnya aku tinggal mengajar di sini. Itulah amanat aku
kepada engkau wahai Pakih PONO. Maka menjawablah Pakih PONO dengan hati yang sangat sedih dan meneteskan air mata :Insyaallah hamba terima amanah Tuan Syekh itu.
Tidak lama sesudah itu Syekh Abdullah Arif atau Syekh Air Sirah atau Syekh Madinah berpulang kerahmatullah, semoga Allah memulyakan HambaNYA ini. Amin !
Adapun Pakih PONO di Nagari Sintuk sekembalinya dari Air Sirah sifatnya makin pendiam, dia tidak suka bergaul dengan orang-orang jahil. Kesukaannya ialah memencil2kan diri=menyendiri.Pakih PONO
memberikan nasehat dan petunjuk kepada orang2 yang suka bergaul
dengannya mengharapkan supaya menganut agama Islam. Itulah agama yang
betul yang membawa manusia ke jalan kebaikan dan memperbaiki akhlak
kepada yang sebaik-baiknya. Begitu juga membawa kebahagiaan di akhirat
nanti dan ditempatkan Tuhan surga Jannatun Naim. Kalau kita kembali
keagama yang lama, yaitu agama jahiliah yang mengharuskan kepada meminum
tuak, menyabung ayam, berjudi dan lain-lainnya, kita akan menerima
kecelakaan dan kesengsaraan, terjadinya permusuhan di dunia ini dan
kalau mati kita akan menerima azab dari Allah yang menjadikan sekalian
alam ini, semenjak dalam kubur sampai ke negeri akhirat. Nasehat dan
perbuatan Pakih PONO yang
demikian itu, yang selalu menyelami adat istiadat jahiliah yang telah
mendarah daging pada rakyat dan pemuka-pemuka masyarakat di Sintuk itu,
menjadikan Pakih PONO sangat dibenci, dilarang dan agar berhenti melanjutkan ajakan ke agama barunya itu. Oleh karena Pakih PONO tetap juga memberi nasehat kepada orang-orang yang bergaul dengan dia, akhirnya dijatuhi hukum menurut adat jahiliah kepada Pakih PONO.
Tetapi sebelum hukuman itu di jalankan atas dirinya, maka hali itu
disampaikan oleh kawan-kawannya kepadanya. Oleh sebab itu dengan cara
diam-diam berangkatlah Pakih PONO
meninggalkan Nagari Sintuk dengan tidak diketahui ke mana perginya.
Setelah sampai di luar Nagari Sintuk, teringatlah olehnya pesan dan
amanat gurunya Syekh Abdullah Arif tempo hari yang menyuruh dia meneruskan menuntut/belajar ilmu kepada Syekh Abdurauf di Aceh. Maka dibulatkannya tekad dan langsung menuju tanah ACEH
Tidak ada komentar:
Posting Komentar