SEJARAH NAGARI KURANJI HILIR
Sejarah daerah Minangkabau berawal dari berdirinya Tiga Luhak yaitu :
Luhak Tanah Datar, Luhak Agam, Luhak Lima Puluh Kota, Kemudian semakin
berkembangnya masyarakat maka terbentuklah wilayah-wilayah rantau, salah
satunya adalah Rantau Kelarasan XII Koto, dari Taratak menjadi Dusun,
dari Dusun menjadi Koto, dari Koto menjadi Nagari.
Konon
kabarnya dahulu rombongan Rantau daulat Sibaludu meneruskan perjalanan
sampai di Kuranji Sabatang Panjang mengankat penghulunya tertua dalam
daerah kuranji Sebatang Panjang diantaranya :
1. RKY. Kando Marajo
2. RKY. Bunsu
3. RKY. Tumbagindo
4. RKY. Lacumano
:
:
:
:
Caniago
Koto
Tanjung
Piliang
Didalam Wilayah XII Koto diantaranya :
1. Simpang
2. Sari Manih
3. Lambeh
4. Gajah Tapuruak
5. Malai
6. Sungai Garingging
7. Guguak
8. Koto Tinggi
9. Kuranji
10. Sungai Sirah
11. Gasan
12. Koto Panjang
Terdiri Rajo Nan Batigo Basa Nan Sambilan Andiko Basa Nan Salapan,
Penghulu Pemuncak Adat ( Dasar) empat Penghulu Andiko Seratus Dua Puluh.
Kemudian pada masa penjajahan Belanda pelarasan XII Koto terpecah
menjadi Tiga sebab memudahkan dalam pemerintahan Belanda waktu itu,
karna terlalu luas terdiri dari :
1. Pematang Aur Malintang dengan Rajo RKY. Sadeo
2. Pematang Malai dengan Rajo RKY.Dimalai
3. Pematang Kuranji Sebatang Panjang dengan Rajo RKY. Maharajo Lelo.
Kemudian pada masa itu pemerintahan Belanda ingin lagi merampingkan
pemerintahannya sehingga Pematang kuranji Sabatang Panjang di bagi lagi
dalam bidang pemerintahan menjadi dua :
1. Kuranji Hulu
2. Kuranji Hilir
Namun sampai sekarang kelarasan XII Koto tidak berobah masih
terpelihara dengan baik khususnya di bidang Adat namun dalam
pemerintahan sudah terpecah-pecah salah satunya Nagari Kuranji Hilir.
Sampai tahun 1979 satuan pemerintahan terkecil di Sumatera Barat adalah
nagari, yang sudah ada sebelum kemerdekaan Indonesia. Dengan
diberlakukannya Undang-undang nomor 5 tahun 1979 tentang pemerintahan
desa, status nagari dihilangkan diganti dengan desa, dan beberapa jorong
ditingkatkan statusnya menjadi desa. Kedudukan wali nagari juga dihapus
dan administrasi pemerintahan dijalankan oleh para kepala desa.
Namun sejak bergulirnya reformasi pemerintahan dan otonomi daerah, maka
sejak pada tahun 2001, istilah "Nagari" kembali digunakan di provinsi
Sumatera Barat. Hal ini didasari dengan ditetapkannya Undang-Undang
Nomor 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah atau yang lebih dikenal
dengan istilah Undang-undang Otonomi Daerah, sehingga membuka peluang
bagi Pemerintahan Daerah (Pemda) untuk menggali aspek-aspek sosial
budaya setempat dalam mendukung pembangunan.
Peluang ini
dimanfaatkan oleh Pemda Propinsi Sumatera Barat dengan menetapkan
kembali Sistem Pemerintahan Nagari (SPM) sekaligus menjadikan kembali
nagari sebagai unit pemerintahan terbawah menggantikan desa yang
sebelumnya telah hampir satu generasi diberlakukan di daerah Sumatera
Barat. Peraturan Daerah Propinsi Sumatera Barat nomor 9 tahun 2000
hanya mengatur hal yang pokok-pokok dalam penyelenggaraan Pemerintahan
Nagari, sedangkan secara detail dan teknis diatur oleh Pemerintah
Kabupaten dengan peraturan Daerah Kabupaten Padang Pariaman sesuai
dengan kewenangan otonomi yang dimiliki dan keanekaragaman serta
spesifik Nagari yang bersangkutan.
Pemerintahan nagari
merupakan suatu struktur pemerintahan yang otonom, punya teritorial yang
jelas dan menganut adat sebagai pengatur tata kehidupan anggotanya,
sistem ini kemudian disesuaikan dengan konstitusi yang berlaku di
Indonesia, sekarang pemerintah provinsi Sumatera Barat menetapakan
pemerintah nagari sebagai pengelola otonomi daerah terendah untuk daerah
kabupaten mengantikan istilah pemerintah desa yang digunakan
sebelumnya. Sedangkan untuk nagari yang berada pada sistem pemerintahan
kota masih sebagai lembaga adat belum menjadi bagian dari struktur
pemerintahan daerah.
Nagari pada awalnya dipimpin secara
bersama oleh para penghulu/datuk di nagari tersebut, kemudian pada masa
pemerintah Hindia-Belanda dipilih salah seorang dari para penghulu
tersebut untuk menjadi wali nagari (angku palo). Kemudian dalam
menjalankan pemerintahannya, wali nagari dibantu oleh beberapa orang
kepala jorong atau wali jorong, namun sekarang dibantu oleh sekretaris
nagari (setnag) dan beberapa pegawai negeri sipil (PNS) bergantung
dengan kebutuhan masing-masing nagari. Wali nagari ini dipilih oleh anak
nagari (penduduk nagari) secara demokratis dalam pemilihan langsung
untuk 6 tahun masa jabatan.
Yang dimaksud pemerintahan Nagari
dalam Peraturan Daerah Propinsi Sumatera Barat Nomor 9 tahun 2000 adalah
kegiatan dalam rangka penyelenggaraan Pemerintah yang dilaksanakan oleh
organisasi pemerintah terendah tetapi tidak lagi berada dibawah Camat
karena Nagari merupakan kesatuan masyarakat hukum adat yang mempunyai
susunan asli berdasarkan hak asal usul yang bersifat istimewa. Oleh
karena itu Pemerintah Nagari berhak menyelenggarakan urusan rumah tangga
Nagari berdasarkan otonomi asli yang dimilikinya.
Dalam hal
ini Pemerintah Nagari dapat mengembangkan peran serta seluruh masyarakat
secara demokratis dengan memanfaatkan nilai-nilai budaya Minangkabau
serta peranan lembaga Adat Nagari/ Kerapatan adat Nagari dan lembaga
unsur lainnya sebagai mitra dalam rangka pemberdayaan masyarakat nagari
masing-masing.
Diposkan oleh Nagari Kuranji Hilir Kecamatan Sungai Limau
Tidak ada komentar:
Posting Komentar