Jumat, 03 Juni 2011

Pengaturan Warnet dan Game Center


Sebagai pimpinan sekolah menengah, saat ini saya menghadapi beberapa keadaan yang tidak nyaman dengan keberadaan warung internet (warnet) dan game center. Kedua jenis layanan umum ini merebak bak jamur di musim hujan di kota kecil tempat saya tinggal, juga di daerah lain di wilayah Indonesia. Hampir di semua sudut kota, yang ramai dan sepi, sudah dipenuhi dengan para pebisnis yang membuka layanan ini. Di satu sisi, perkembangan warnet di Indonesia konon sungguh unik. Tidak ada duanya di dunia ini. Pola penyebaran teknologi Internet di negeri kita bisa sedemikian pesat karena adanya konsep bisnis warnet ala warung tradisional. Namun disisi lain, dampak yang ditimbulkan HARUS DIKELOLA dengan baik.
Dari beberapa pengusaha warnet dan game center, saya menangkap bahwa sebagian besar mereka betul-betul berorientasi murni bisnis dalam menjalankan usaha ini. Pertimbangan utama dalam melakukan berbagai keputusan berkenaan bisnis mereka hanya semata-mata diarahkan untuk mendapatkan profit. Awalnya, saat bisnis ini belum “semanis” saat ini, pemain bisnis warnet rata-rata adalah orang-orang yang memang punya minat dan mengerti dengan baik teknologi internet, namun seiring berjalannya waktu, saat ini pengusaha warnet dan game center bisa berasal dari berbagai kalangan.
Disinilah menurut saya akar masalahnya. Internet yang “dijual” oleh para pengusaha ini adalah sesuatu yang sangat terbuka, multi manfaat dan multi mudharat. Jika pendekatan para pengusaha warnet dan game center hanya murni bisnis dan profit, maka bisnis ini akan dengan mudah tergelincir masuk dalam wilayah negatif. Pornografi, perjudian dan berbagai kegiatan “sosial” yang minim manfaat adalah beberapa dari dampak negatif warnet. Game center sedikit berbeda karena layanan ini memang ditujukan hanya untuk permainan game komputer, baik online maupun semi-online. Kecanduan yang parah terhadap game serta kecenderungan yang kuat masuk ke wilayah abu-abu “perjudian” adalah sebagian dari dampak buruk di game center. Kecenderungan terakhir, tampaknya warnet pun sebagian besar justru mengarah jadi game center.
Pembukaan dan operasional warnet dan game center sedikit sekali diatur oleh pemerintah dalam bentuk peraturan legal tingkat nasional hingga lokal. Peraturan biasanya hanya berkisar di perizinan pembukaan bisnis biasa, sebagian dikategorikan sebagai bisnis penjualan biasa. Dalam operasinya, tidak ada aturan yang pernah dibuat oleh pemerintah, paling tidak sepengetahuan saya. Beberapa himbauan pernah dikeluarkan pemerintah agar warnet memblokir situs-situs tertentu, terutama yang berbau pornografi. Padahal, dalam hal inilah keberadaan kedua bisnis ini bisa membawa begitu banyak dampak. Jika diarahkan dengan baik, akan masuk wilayah dampak positif, bila tidak maka bisa banyak membawa mudharat.
Uniknya saat ini, masyarakat kita cenderung kurang peduli dalam menghadapi warnet dan game center, sangat sedikit terjadi proses “kontrol sosial” ala jemaah Ahmadiyah atau ala sweeping klub malam di masa Ramadhan. Masyarakat cenderung menganggapnya sebagai sesuatu yang tidak terlalu mengganggu dan kita tidak terlalu ambil pusing.
Dari pengalaman saya dalam menghadapi beberapa siswa di sekolah yang saya pimpin, tingkat bahaya warnet dan game center terhadap generasi muda sebenarnya sudah sampai pada titik harus diwaspadai. Ada siswa yang sama sekali sudah tidak mau sekolah dan belajar lagi dan menghabiskan waktu sepenuhnya di game center. Kecanduan parah seperti ini terjadi pada para pemain game tingkat lanjut. Jika orang dewasa masih bisa mengontrol diri, anak kecil dan remaja tidak, mereka bisa tenggelam dalam “dunia lain” game online yang memang sangat memabukkan dan membuat kecanduan. Game digital yang beredar dan populer di kalangan pemain game Indonesia hampir semua adalah produk luar yang memang dibuat sangat canggih dan berbasis survey pasar yang baik dan terarah. Jadi sangat “berbahaya” karena memang dibuat untuk “mencandukan” kaum muda kita pada game yang mereka buat.
Apa yang harus diatur?
Saya sebenarnya lebih “pro-kebebasan” dalam menghadapi kasus ini. Namun beberapa usulan aspek-aspek yang harus diatur berikut ini lebih dilandaskan pada perlu adanya kesamaan bahasa dan persepsi memandang bisnis ini, sehingga semua pihak tahu harus bersikap seperti apa.
Pengaturan yang saya maksud juga agar semua pihak bisa nyaman menjalankan peran masing-masing. Pengusaha warnet dan game center enak karena jika ada aturan yang jelas akan memudahkan mereka menjalankan bisnis dengan tenang, jelas rambu-rambunya. Bagi pemerintah juga jelas karena penegakan hukum bisa lugas dan tidak menimbulkan pro-kontra. Bagi masyarakat juga jelas karena dengan adanya pengaturan yang baik, bisa menghindarkan persepsi negatif terhadap usaha ini.
Pembatasan waktu buka warnet dan game center adalah salah satu poin yang harus diatur dengan ketat. Saat ini kedua bisnis ini bisa buka 24 jam non-stop dan tidak diatur sama sekali. Kalau klub malam dan restoran saja harus diatur, kenapa yang ini tidak? Memang dunia internet ini sedikit berbeda, semakin malam semakin “asyik” dan cepat aksesnya, begadang juga adalah kebiasaan yang sudah identik dengan kegiatan di dunia internet. Namun demi masa depan generasi muda kita, hal ini mutlak harus diatur. Jika tidak, relakah kita melihat anak-anak masa depan bangsa berkeliaran di warnet dan game center semalam suntuk tanpa tahu waktu?
Pengaturan berikut yang sangat penting adalah hak akses masuk ke warnet dan game center. Siapa saja yang bisa masuk dan tidak boleh. Tentu saja perlu dibuat studi yang intensif untuk menentukan tingkat umur (dan mungkin termasuk jenis aplikasi atau game yang bisa dipakai oleh pengguna). Poin ini juga bisa dikombinasikan dengan waktu masuk. Misalnya pengguna berumur tingkat SD dan SMP hanya boleh masuk pukul 7 pagi hingga 8 malam. Batas usia lainnya boleh sampai jam 10 malam. Selebihnya hanya untuk dewasa alias “adults only”. Pengaturannya bisa sepeti di klub malam dengan menunjukkan kartu identitas diri.
Hal penting lain adalah petugas yang menjaga dan menjalankan warnet dan game center. Banyak sekali saya melihat pekerja bawah umur yang bekerja disini. Tingkat kedewasaan yang sangat rendah bisa mengancam para pekerja ini sekaligus menjerumuskan para pengguna lain karena minimnya kontrol operasional. Rasanya tidak pernah terjadi ada kasus dimana misalnya penjaga warnet memberi nasihat atau teguran pada pelanggan yang “berlebihan” dalam menggunakan layanan ini. Mungkin juga perlu diatur tentang tingkat kompetensi yang harus dimiliki oleh para pekerja ini agar bisa mengoperasikan aplikasi yang diperlukan, misalnya aplikasi traffic monitoring dan content filtering. Perlukah standarisasi penjaga warnet dan game center? Mungkin belum perlu masuk sejauh itu, namun poin ini sangat layak dipertimbangkan di masa depan.
Pengaturan lalu lintas data dan penyaringan konten yang bisa diakses dari warnet dan game center juga adalah hal penting yang harus diregulasi dengan baik (bukan berarti harus ketat). Perlu ada badan independen (bisa bentukan pemerintah atau LSM atau forum komunitas yang secara sukarela ikut menjaga dan merekomendasikan situs-situs yang berbahaya). Contoh yang sudah berjalan adalah Nawala Project. Namun usaha komunitas seperti ini tidak akan banyak berguna bila tidak ada “kawalan” dari regulasi yang mengikat.
Peran ISP besar yang menjadi gateway utama jalur internet Indonesia juga bisa diaktifkan. Telkom, Telkomsel, XL, Indosat dll tidak boleh begitu saja berdiam diri dan menyerahkan segala sesuatunya ke pengguna akhir. Contoh misalnya dengan aktif melakukan pemblokiran domain .XXX.
Berita terakhir, Pemerintah Kota Samarinda di Kalimantan Timur memerintahkan untuk menutup seluruh warnet di kota ini selama bulan Ramadhan. Aturan yang diterapkan sama dengan untuk klub malam. Sedih juga melihat bahwa warnet dikaegorikan sama dengan “tempat hiburan malam” yang membawa maksiat. Ini contoh nyata bahwa urusan warnet bukan urusan sederhana yang bisa diserahkan sepenuhnya ke pemerintah kota/kabupaten yang pasti memiliki banyak keterbatasan. Perlu wawasan yang memadai dalam hal ke-teknologi-an bagi para birokrat untuk dapat mengatur hal ini sebaik-baiknya.
Poin penting yang ingin saya sampaikan dari tulisan singkat ini adalah agar semua pihak mulai bergerak untuk menyelamatkan generasi muda kita. Menjaga agar kita tidak tergelincir menjadi bangsa bobrok karena gagal mengatur teknologi yang kita pakai. Teknologi harusnya membawa kita maju, bukan untuk mundur. Kita berpacu dengan waktu. Semakin lama fenomena ini diambangkan, semakin banyak yang akan terjerumus.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar