Minggu, 12 Juni 2011


                

Mayoritas pemilih Indonesia tak loyal pada satu partai tertentu. Mereka dengan mudah dan bebas bisa berpindah ke lain hati ketika Pemilu datang tergantung pada ketertarikan mereka pada waktu-waktu tersebut.

Lingkaran Survei Indonesia (LSI) menyebutkan survei mereka 1-7 Juni 2011 lalu menunjukkan bahwa mayoritas pemilih tak merasa dekat dengan satu partai politik tertentu.
"Jawabannya mengagetkan, ternyata memang 70 persen pemilih kita tidak merasa dekat dengan partai. Hanya 30 persen yang merasa dekat dengan partai," kata pendiri LSI Denny JA dalam keterangan pers di kantornya, Minggu (12/6/2011).
Menurut Denny, perilaku pemilih Indonesia sangat berbeda dengan para pemilih di negara demokrasi yang sudah maju. Fakta psikologi politik ini, lanjutnya, harus dikuasai oleh para politisi dan pemimpin negara.
"Harus diketahui bahwa 70 persen pemilih kita bukan pemilih yang loyal. Mudah sekali untuk keluar masuk dari partai satu ke partai lain, tergantung stimulus yang ditawarkan. Kalau ada partai dengan program yang public interest-nya tinggi, pemilih cepat berubah," tambahnya.
Denny menambahkan kenyataan ini diperkuat dengan fakta bahwa selama tiga kali Pemilu sejak reformasi bergulir, pemenang Pemilu selalu bergantian. Pada Pemilu 1999, PDI-P yang menang dengan 33,7 persen suara. Pada Pemilu 2004, Golkar unggul dengan 21,58 persen suara dan terakhir, Demokrat menang dengan 20,85 persen suara pada Pemilu 2009.
Jumlah suara yang menjadi dasar kemenangan partai juga terus menurun dari Pemilu ke Pemilu. Selain itu, belum adanya partai yang menang dua kali berturut-turut menunjukkan bahwa partai sulit menjaga loyalitas pemilih.
Pakar Psikologi Politik UI Hamdi Moeloek sepakat bahwa pemilih Indonesia memang tidak loyal atau biasa disebut bounce voter. "Bounce voter 70 persen memang masuk akal. Yang loyal memang tidak lebih dari 30 persen," tegasnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar